Untuk
tugas ke-enam kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini
saya akan berargumen mengenai “Heboh Beras
Plastik” jika ditinjau dari perlindungan hak asasi rakyat. Mengapa ditinjau
dari hak asasi rakyat? Karena rakyat berhak mengajukan aspirasinya jikalau ia
merasa di kecewakan, bebas berargumen dalam hal ini, tidak ada salahnya jika ia
mengatakan jikalau itu ialah beras plastik. Dalam hal kasus ini “Dewi Septiani” ialah seorang Ibu rumah tangga yang pertama
kali melaporkan adanya beras plastik di media sosial. Pengacara Lembaga Bantuan
Hukum Jakarta yang mendampingi Dewi, Ahmad Hardi Firman, mengatakan tindakan
Dewi itu seharusnya diapresiasi. "Itu mengajarkan orang untuk bisa menjadi
konsumen cerdas," kata Ahmad kepada Tempo, Rabu, 27 Mei 2015.
Hasil uji laboratorium
dari PT. Sucofindo, Cibitung, Kabupaten Bekasi, menyimpulkan bahwa beras yang
diuji mengandung unsur plastik. Tiga senyawa plastik itu antara lain benzyl butyl phthalate(BBP), bis (2-ethylhexyl phthalate) (DEHP), dan diisionyl phatalate (DINP). Kandungan itu terdapat
dalam bahan-bahan pembuat pipa, kabel, dan barang lainnya yang terbuat dari
plastik.
Ini berbeda
dengan pernyataan Kepala Kepolisian RI yang mengumumkan uji laboratorium beras
hasilnya negatif dan tak ditemukan kandungan plastik.
Dewi Septiani ini
mengaku pasrah setelah pemerintah pusat mengumumkan beras temuannya tak
mengandung plastik. Ia menegaskan, tak ada motif apa pun selain hanya ingin
menginformasikan temuannya itu.
"Tidak ada
maksud apa-apa, saya hanya aware saja," kata Dewi, Rabu,
27 Mei 2015. Soalnya, kata dia, beras temuannya itu berbeda dari seperti biasa.
Hasil masakannya tak dapat dikonsumsi. Menurut dia, nasinya rusak dan bahkan
adiknya sendiri yang mengkonsumsi mengalami sakit perut, muntah, mual, dan
mencret.
Karena itu, ia
langsung mengunggah temuannya tersebut media sosial, sebab aduan ke Badan
Pengawas Obat dan Makanan belum mendapatkan jawaban. Tak lama kemudian,
langkahnya membuat heboh masyarakat. "Enggak ada maksud lain. Apalagi,
untuk menyudutkan seseorang," katanya.
Hasil dari uji
labnya ini memiliki perbedaan antara PT. Sucofindo dengan hasil penelitian di
laboratorium forensik Polri, BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Pertanian itu negatif tidak ditemukan unsur plastik dari hasil pemeriksaan
laboratorium.
Kapolri Jenderal
Badrodin menambahkan bahwa untuk lebih menyakinkan hasil pemeriksaan
sebelumnya, pihak Polri, BPOM, Kemendagri dan Kementan mengambil contoh beras
diduga plastik di laboratorium PT Sucofindo. Ketika dilakukan penelitian
kembali, juga tidak ditemukan adanya unsur plastik. Atas dasar temuan akhir
hasil penyelidikan laboratorium ini, Kapolri meminta masyarakat tidak resah
atas beredarnya isu beras plastik ini.
"Nah oleh
karena itu, kami berkesimpulan bahwa beras yang diduga plastik itu ternyata tidak
ada. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak resah. Kalau
ada yang dicurigai silakan memberikan informasi kepada aparat pemerintah
setempat atau petugas kepolisian," tambahnya.
Kapolri lebih
lanjut menjelaskan adanya perbedaan hasil uji laboratorium dari Sucofindo
dengan hasil penelitian di Polri, BPOM, Kementan dan Kemendag,
menurutnya, karena ada perbedaan interpretasi dari hasil
analisis yang dikeluarkan.
"Di mana
hasil analisis yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo adalah hasil analisis
kualitatif. Tanpa dilakukan konfirmasi dengan menggunakan senyawa baku
atau reference substance, dari bahan plastik yang diduga terkandung
dari sample yang dianalisis. Kemungkinan kedua, bisa juga ada yang
terkontaminasi pada peralatan analisis yang digunakan di dalam sampel
tersebut," ujar Badrodin.
Sementara itu,
Kepala BPOM Roy Sparingga menegaskan kasus beras plastik belum
pernah ditemukan di negara lain. "BPOM sebagai emergency contact point dari INFOSAM
(International Food Safety Authority Network) – di bawah badan kesehatan dunia
WHO, kami pada 21 Mei lalu menanyakan apakah kasus serupa pernah terlaporkan?
Jawabannya adalah, tidak pernah ada kasus serupa," ungkap Roy.
Kepala BPOM Roy
Sparingga selanutnya menjelaskan, pihaknya menggunakan baku banding untuk
memvalidasi proses penelitian. BPOM pun menurut Roy menggunakan uji kesetaraan
substansi antara beras normal dengan contoh beras tersebut. Masyarakat menurut Komjen Buwas berhak
curiga jika menemukan keganjilan pada barang yang dibeli. Polisi yang kemudian
menindaklanjuti hasil temuan masyarakat.
"Jadi begini. Masyarakat itu berhak untuk curiga jika
menemukan sesuatu barang yang bukan harapan dia. Dia bisa saja konotasi negatif.
Dalam hal inilah polisi harus segera membuktikan apakah beras itu benar-benar
plastik atau bukan. Berbahaya atau tidak. Mengandung kimia atau tidak,"
ujarnya.
Dari
kutipan Roy Saparingga ini patut dibenarkan juga, jadi sebagai masyarakat itu
wajar apabila curiga dengan produk yang biasa di konsumsi memiliki kejanggalan,
namun seharusnya ibu Dewi ini sebelum iya menyimpulkan bahwa beras yang Ia
konsumsi tersebut terlebih dahulu di periksa di Lab baru mengedarkan bahwasanya
beras yang iya konsumsi tersebut mengandung unsur plastik, akan tetapi setelah
terjadi kejadian seperti ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik itu para
konsumen dan produsen, serta pihak pemerintahan dalam mengawasi peredaran
makanan di seluruh Indonesia.
Meski penyelidikan dihentikan, polisi saat ini menyelidiki
kasus beras lainnya yang dioplos dengan bahan kimia. "Ya
penyelidikan (beras plastik) sudah selesai. Tapi kan kita temukan juga dugaan
beras dioplos dengan bahan
kimia atau pemutih dan lain-lain. Ini sedang kita tangani," tutur Komjen
Buwas.
Untuk
seluruh masyarakat yang ada di Indonesia setelah kejadian beras plastik ini tentu hal ini menjadi sangat meresahkan masyarakat Indonesia, dengan bisa membedakan mana
yang beras asli dan beras yang plastik atau lebih bisa dikatakan beras oplosan
pasti bisa lebih baik memilih beras yang akan dikonsumsi. meskipun peredarannya baru saja ditemukan di Bekasi seperti yang dilansir berita-berita.
Tetapi, ketika masyarakat cermat membedakan beras beroplos plastik dengan tidak
maka akan sangat mudah untuk membedakannya.
Beras plastik memang
sulit dibedakan hanya dengan sekasat mata saja. Karena, beras plastik baru
diketahui ketika selesai dimasak menjadi nasi, dimana akan terasa sangat
berbeda dengan beras yang asli. Dewi seorang penjual nasi uduk dan bubur di Bekasi
menemukan ciri – ciri mengenai beras yang di oplos dengan plastik. Berikut ini
ciri – ciri beras oplosan plastik.
1. Saat dimasak, beras akan sulit untuk dibuat menjadi bubur, karena plastik
tidak dapat menyerap air dengan sempurna.
2. Ketika menjaadi nasi, tekstur beras akan menjadi licin.
3. Saat dimasak, beras akan banyak mengeluarkan air dimana beras normal akan
menyerap air.
4. Beras asli bewarna putih dan ditengah-tengah ada putih susunya, sedangkan
beras oplosan plastik akan terlihat bening.
JUNIOR ALBARIY
Sumber : http://mencoret.com/