KEMELUT DI GOLKAR (TINJAUAN DARI SISI HUKUM)
Untuk tugas keempat kali ini dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai "Kemelut Partai Golkar yang di tinjau
dari segi hukum". Awalnya berita tentang Partai Golkar yang sering saya
lihat di media cetak kabar maupun di layar tv, mengenai pemilihan siapa yang
akan menjadi ketua umum ataupun pemimpin Partai Golkar selanjutnya di periode
tertentu, sebelumnya tidak saya perhatikan, karena bagi saya siapapun yang
menjadi ketua umum di partai tersebut yang saya harapkan bisa menjadi sosok
seorang yang dapat mempengaruhi dan membawa hal-hal postif bagi seluruh
kader-kadernya, namun hal semua ini menjadi permasalahan bagi internal partai,
yaitu memperebutkannya jabatan ketua umum dalam partai golkar tersebut.
Partai golkar ialah salah satu partai besar
yang memiliki dorongan atau dukungan yang paling banyak disegani oleh
masayarakat di Indonesia baik di daerah maupun di kota. Banyak kader yang telah
tercipta dan menjadi orang-orang yang penting bagi negara dari kader partai
golkar tersebut. Kini partai Golkar telah memiliki permasalahan yang sangat
rumit, ternyata partai ini telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada
awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting
selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang
kekuasaan atau kepemimpinan di dalam partai
golkar. Kini pandangan masyarakat
telah banyak yang beranggapan bahwa isi dari semua kader, baik tokoh-tokohnya
lebih mementingkan jabatan diri sendiri atau kepentingan pribadi untuk
memperebutkan sebuah jabatan, tanpa harus mengingat lagi kepentinngan utama
yaitu untuk rakyat.
Kini partai golkar memiliki 2 kubu yang saling mendukung
siapa yang berhak untuk menjadi pemimpin di partai tersebut, partai golkar
terpecah menjadi dua pihak kelompok, satu yaitu pendukung Agung Laksono untuk
menjadi pemimpin partai golkar (Munas Bali), kedua Abu Rizal Bakrie yang
sebelumnya telah menjadi pemimpin partai golkar untuk beberapa periode tertentu
(Munas Jakarta). Pertarungan antara kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung
Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin meruncing
kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin oleh
senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan dari
Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan
justru kubu Abu Rizal Bakrie semakin meradang, dan membuat upaya benturan
politik semakin meluas.
Pasca surat keputusan dari Menkum Ham kubu Abu Rizal
Bakrie tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan
II yang ditetapkan oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat
konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu
semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Abu
Rizal Bakrie yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan Kubu Agung Laksono yang
diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding
bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan
kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh
orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar
pertemuan di hotel Sahid.
Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa
pihak Abu Rizal Bakrie akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta Barat
tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain, pihak
koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun gunung
untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham) diberbagai
media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin menghentikan
intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar dan PPP),
dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan
kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh
jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi
III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan
Golkar kubu Agung Laksono.
Ketika kubu Abu Rizal Bakrie sibuk untuk melakukan
counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan
dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan
secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung
menggelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari
politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung
Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan
restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak
segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak
dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas
keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari
politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH
(Koalisi Indonesia Hebat).
Kasus ini sebenarnya hanyalah masalah internal pada
partai, yaitu soal individualisme yang ingin memimpin partai golkar tersebut.
Menaksir kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan
kepentingannya, nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir
kesepakatan yang masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah
keberadaan Golkar di KMP (Koalisi Merah Putih). Pihak Agung Laksono yang sedari
awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan Presiden Jokowi, nampaknya
menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu Abu Rizal Bakrie yang memang
saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining politiknya,
memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah partai golkar
memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.
Kubu Agung Laksono yang sejatinya memang dibelakangnya
berdiri Jusuf Kalla sedari awal mendorong partai golkar untuk sesegera mungkin
merapatkan diri kepada kubu Jokowi. Hal inilah yang menjadi katub sebab
perpecahan di tubuh partai golkar sejatinya. Menurut berbagai kalangan praktisi
dan pengamat politik memprediksi hasil akhir dari pertarungan antar kedua kubu
ini adalah akan diadakan munas bersama. Munas bersama ini akan menjadi penting
bagi partai golkar untuk proses rekonsiliasi internal, pada akhirnya keputusan
akan diserahkan secara utuh dalam arena munas tanpa ada tarik menarik dukungan
seperti yang selama ini terjadi.
Munas
bersama ini sejatinya adalah langkah terbaik untuk mencapai kesepakatan bersama
dan mengakhiri perpecahan partai golkar. Partai golkar yang pintar dalam
permainan politiknya, nampaknya akan mengambil posisi strategis untuk kepentingan
partai secara Nasional. JIka Munas bersama ini tidak tercapai akan mustahil
bagi partai golkar untuk sesegera mungkin melakukan pembenahan dan evaluasi
pencapaian dan target partai kedepannya.
Dari
salah satu pengamat politik Universitas Pelita Harapan "Abu Rizal Bakrie
seharusnya bangga karena banyak yang bersedia menjadi ketua umum. Bayangkan
saja jika tak ada yang mau jadi ketua umum, itu artinya Golkar sudah
gagal," kata Emrus saat dihubungiKompas.com, Rabu (13/8/2014).
Emrus
menyarankan Aburizal membuka jalan seluas-luasnya bagi kader Golkar yang ingin
menjadi calon ketum Golkar. Sebagai pemimpin, Aburizal dituntut mempunyai jiwa
besar dan berpikir masa depan partai.
Menurut Emrus, ciri-ciri seorang pemimpin yang baik
adalah mampu membentuk calon pemimpin yang jauh lebih baik daripada dirinya
agar organisasi dapat terus maju dan berkembang.
"Kalau menghalang-halangi orang untuk menjadi ketua
umum, artinya itu bukan pemimpin yang baik," ujar Emrus.
Aburizal
juga diminta legawa mengikuti kemauan kader untuk mempercepat Musyawarah
Nasional (Munas) Golkar. Menurut Emrus, usulan tersebut wajar karena Aburizal
dianggap gagal dalam mewujudkan target-target utama partai.
Aburizal dinilai gagal membawa Golkar memperoleh 30
persen suara dalam pemilu legislatif pada April lalu. Aburizal gagal menjadi
capres atau cawapres dalam Pilpres 2014 serta kemungkinan besar Aburizal gagal
menjadi menteri senior dalam pemerintahan 2014-2019.
"ARB
seharusnya terima kegagalan dan mencari jalan yang baik untuk turun dari
jabatan. Kalau ia diturunkan dengan paksa, itu kan membuat namanya semakin
tercoreng," ujar Emrus.
Internal Golkar terus bergejolak setelah pemilu presiden.
Sebagian internal mendesak digelarnya munas pada Oktober 2014 untuk mengganti
ketum sesuai AD/ART partai. Sementara itu, Aburizal dan para pendukungnya tetap
berpegang pada rekomendasi Munas 2009, yakni munas selanjutnya pada 2015.
Jadi kesimpulan yang saya ambil dari tulisan ini ialah dari
segi hukum, Menkum-Ham mengembalikan lagi masalah partai golkar untuk mengatasi
masalah internalnya sendiri, karena partai sebesar golkar mampu bisa mengatasi
masalah internalnya. Dan untuk Abu Rizal Bakrie sudah waktunya harus memberikan
kesempatan kepada kadernya yang ingin menjadi pemimpin di Partai Golkar untuk
periode tertentu. Karena hakikatnya seorang Abu Rizal Bakrie walaupun sudah
tidak menjadi ketua umum partai akan tetap menjadi orang nomor satu di partai
golkar, menjadi orang yang tetap disegani oleh kader-kadernya. Demi terciptanya
regenerasi pemimpin yang segarusnya sudah terjadi dan memberikan kesempatan
untuk partai golkar yang lebih baik kedepannya.
Junior Albariy
Sumber : http://www.kompasiana.com/
http://batam.tribunnews.com/
0 komentar:
Posting Komentar