Senin, 08 Juni 2015

Posted by Unknown On 21.15
KEMELUT DI GOLKAR (TINJAUAN DARI SISI HUKUM)

Untuk tugas keempat kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai  "Kemelut Partai Golkar yang di tinjau dari segi hukum". Awalnya berita tentang Partai Golkar yang sering saya lihat di media cetak kabar maupun di layar tv, mengenai pemilihan siapa yang akan menjadi ketua umum ataupun pemimpin Partai Golkar selanjutnya di periode tertentu, sebelumnya tidak saya perhatikan, karena bagi saya siapapun yang menjadi ketua umum di partai tersebut yang saya harapkan bisa menjadi sosok seorang yang dapat mempengaruhi dan membawa hal-hal postif bagi seluruh kader-kadernya, namun hal semua ini menjadi permasalahan bagi internal partai, yaitu memperebutkannya jabatan ketua umum dalam partai golkar tersebut.

Partai golkar ialah salah satu partai besar yang memiliki dorongan atau dukungan yang paling banyak disegani oleh masayarakat di Indonesia baik di daerah maupun di kota. Banyak kader yang telah tercipta dan menjadi orang-orang yang penting bagi negara dari kader partai golkar tersebut. Kini partai Golkar telah memiliki permasalahan yang sangat rumit, ternyata partai ini telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting  selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang kekuasaan atau  kepemimpinan di dalam partai golkar. Kini pandangan masyarakat telah banyak yang beranggapan bahwa isi dari semua kader, baik tokoh-tokohnya lebih mementingkan jabatan diri sendiri atau kepentingan pribadi untuk memperebutkan sebuah jabatan, tanpa harus mengingat lagi kepentinngan utama yaitu untuk rakyat.

Kini partai golkar memiliki 2 kubu yang saling mendukung siapa yang berhak untuk menjadi pemimpin di partai tersebut, partai golkar terpecah menjadi dua pihak kelompok, satu yaitu pendukung Agung Laksono untuk menjadi pemimpin partai golkar (Munas Bali), kedua Abu Rizal Bakrie yang sebelumnya telah menjadi pemimpin partai golkar untuk beberapa periode tertentu (Munas Jakarta). Pertarungan antara kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan justru kubu Abu Rizal Bakrie semakin meradang, dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.

Pasca surat keputusan dari Menkum Ham kubu Abu Rizal Bakrie tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang ditetapkan oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Abu Rizal Bakrie yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan Kubu Agung Laksono yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.

Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Abu Rizal Bakrie akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.

Ketika kubu Abu Rizal Bakrie sibuk untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung menggelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH (Koalisi Indonesia Hebat).

Kasus ini sebenarnya hanyalah masalah internal pada partai, yaitu soal individualisme yang ingin memimpin partai golkar tersebut. Menaksir kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan kepentingannya, nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir kesepakatan yang masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah keberadaan Golkar di KMP (Koalisi Merah Putih). Pihak Agung Laksono yang sedari awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan Presiden Jokowi, nampaknya menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu Abu Rizal Bakrie yang memang saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining politiknya, memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah partai golkar memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.

Kubu Agung Laksono yang sejatinya memang dibelakangnya berdiri Jusuf Kalla sedari awal mendorong partai golkar untuk sesegera mungkin merapatkan diri kepada kubu Jokowi. Hal inilah yang menjadi katub sebab perpecahan di tubuh partai golkar sejatinya. Menurut berbagai kalangan praktisi dan pengamat politik memprediksi hasil akhir dari pertarungan antar kedua kubu ini adalah akan diadakan munas bersama. Munas bersama ini akan menjadi penting bagi partai golkar untuk proses rekonsiliasi internal, pada akhirnya keputusan akan diserahkan secara utuh dalam arena munas tanpa ada tarik menarik dukungan seperti yang selama ini terjadi.

Munas bersama ini sejatinya adalah langkah terbaik untuk mencapai kesepakatan bersama dan mengakhiri perpecahan partai golkar. Partai golkar yang pintar dalam permainan politiknya, nampaknya akan mengambil posisi strategis untuk kepentingan partai secara Nasional. JIka Munas bersama ini tidak tercapai akan mustahil bagi partai golkar untuk sesegera mungkin melakukan pembenahan dan evaluasi pencapaian dan target partai kedepannya.

Dari salah satu pengamat politik Universitas Pelita Harapan "Abu Rizal Bakrie seharusnya bangga karena banyak yang bersedia menjadi ketua umum. Bayangkan saja jika tak ada yang mau jadi ketua umum, itu artinya Golkar sudah gagal," kata Emrus saat dihubungiKompas.com, Rabu (13/8/2014).

Emrus menyarankan Aburizal membuka jalan seluas-luasnya bagi kader Golkar yang ingin menjadi calon ketum Golkar. Sebagai pemimpin, Aburizal dituntut mempunyai jiwa besar dan berpikir masa depan partai.

Menurut Emrus, ciri-ciri seorang pemimpin yang baik adalah mampu membentuk calon pemimpin yang jauh lebih baik daripada dirinya agar organisasi dapat terus maju dan berkembang. 

"Kalau menghalang-halangi orang untuk menjadi ketua umum, artinya itu bukan pemimpin yang baik," ujar Emrus.
Aburizal juga diminta legawa mengikuti kemauan kader untuk mempercepat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar. Menurut Emrus, usulan tersebut wajar karena Aburizal dianggap gagal dalam mewujudkan target-target utama partai.

Aburizal dinilai gagal membawa Golkar memperoleh 30 persen suara dalam pemilu legislatif pada April lalu. Aburizal gagal menjadi capres atau cawapres dalam Pilpres 2014 serta kemungkinan besar Aburizal gagal menjadi menteri senior dalam pemerintahan 2014-2019.
"ARB seharusnya terima kegagalan dan mencari jalan yang baik untuk turun dari jabatan. Kalau ia diturunkan dengan paksa, itu kan membuat namanya semakin tercoreng," ujar Emrus.

Internal Golkar terus bergejolak setelah pemilu presiden. Sebagian internal mendesak digelarnya munas pada Oktober 2014 untuk mengganti ketum sesuai AD/ART partai. Sementara itu, Aburizal dan para pendukungnya tetap berpegang pada rekomendasi Munas 2009, yakni munas selanjutnya pada 2015.


Jadi kesimpulan yang saya ambil dari tulisan ini ialah dari segi hukum, Menkum-Ham mengembalikan lagi masalah partai golkar untuk mengatasi masalah internalnya sendiri, karena partai sebesar golkar mampu bisa mengatasi masalah internalnya. Dan untuk Abu Rizal Bakrie sudah waktunya harus memberikan kesempatan kepada kadernya yang ingin menjadi pemimpin di Partai Golkar untuk periode tertentu. Karena hakikatnya seorang Abu Rizal Bakrie walaupun sudah tidak menjadi ketua umum partai akan tetap menjadi orang nomor satu di partai golkar, menjadi orang yang tetap disegani oleh kader-kadernya. Demi terciptanya regenerasi pemimpin yang segarusnya sudah terjadi dan memberikan kesempatan untuk partai golkar yang lebih baik kedepannya.

Junior Albariy

Sumber :         http://www.kompasiana.com/

http://batam.tribunnews.com/

0 komentar:

Posting Komentar