Rabu, 10 Juni 2015

Posted by Unknown On 16.47
Untuk tugas ke-enam kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai “Heboh Beras Plastik” jika ditinjau dari perlindungan hak asasi rakyat. Mengapa ditinjau dari hak asasi rakyat? Karena rakyat berhak mengajukan aspirasinya jikalau ia merasa di kecewakan, bebas berargumen dalam hal ini, tidak ada salahnya jika ia mengatakan jikalau itu ialah beras plastik. Dalam hal kasus ini “Dewi Septiani” ialah seorang Ibu rumah tangga yang pertama kali melaporkan adanya beras plastik di media sosial. Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang mendampingi Dewi, Ahmad Hardi Firman, mengatakan tindakan Dewi itu seharusnya diapresiasi. "Itu mengajarkan orang untuk bisa menjadi konsumen cerdas," kata Ahmad kepada Tempo, Rabu, 27 Mei 2015.

Hasil uji laboratorium dari PT. Sucofindo, Cibitung, Kabupaten Bekasi, menyimpulkan bahwa beras yang diuji mengandung unsur plastik. Tiga senyawa plastik itu antara lain benzyl butyl phthalate(BBP), bis (2-ethylhexyl phthalate) (DEHP), dan diisionyl phatalate (DINP). Kandungan itu terdapat dalam bahan-bahan pembuat pipa, kabel, dan barang lainnya yang terbuat dari plastik.

Ini berbeda dengan pernyataan Kepala Kepolisian RI yang mengumumkan uji laboratorium beras hasilnya negatif dan tak ditemukan kandungan plastik.

Dewi Septiani ini mengaku pasrah setelah pemerintah pusat mengumumkan beras temuannya tak mengandung plastik. Ia menegaskan, tak ada motif apa pun selain hanya ingin menginformasikan temuannya itu.

"Tidak ada maksud apa-apa, saya hanya aware saja," kata Dewi, Rabu, 27 Mei 2015. Soalnya, kata dia, beras temuannya itu berbeda dari seperti biasa. Hasil masakannya tak dapat dikonsumsi. Menurut dia, nasinya rusak dan bahkan adiknya sendiri yang mengkonsumsi mengalami sakit perut, muntah, mual, dan mencret.


Karena itu, ia langsung mengunggah temuannya tersebut media sosial, sebab aduan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan belum mendapatkan jawaban. Tak lama kemudian, langkahnya membuat heboh masyarakat. "Enggak ada maksud lain. Apalagi, untuk menyudutkan seseorang," katanya.

Hasil dari uji labnya ini memiliki perbedaan antara PT. Sucofindo dengan hasil penelitian di laboratorium forensik Polri, BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian itu negatif tidak ditemukan unsur plastik dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Kapolri Jenderal Badrodin menambahkan bahwa untuk lebih menyakinkan hasil pemeriksaan sebelumnya, pihak Polri, BPOM, Kemendagri dan Kementan mengambil contoh beras diduga plastik di laboratorium PT Sucofindo. Ketika dilakukan penelitian kembali, juga tidak ditemukan adanya unsur plastik. Atas dasar temuan akhir hasil penyelidikan laboratorium ini, Kapolri meminta masyarakat tidak resah atas beredarnya isu beras plastik ini.

"Nah oleh karena itu, kami berkesimpulan bahwa beras yang diduga plastik itu ternyata tidak ada. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak resah. Kalau ada yang dicurigai silakan memberikan informasi kepada aparat pemerintah setempat atau petugas kepolisian," tambahnya.

Kapolri lebih lanjut menjelaskan adanya perbedaan hasil uji laboratorium dari Sucofindo dengan hasil penelitian di Polri, BPOM, Kementan dan Kemendag, menurutnya, karena ada perbedaan interpretasi dari hasil analisis yang dikeluarkan.

"Di mana hasil analisis yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo adalah hasil analisis kualitatif. Tanpa dilakukan konfirmasi dengan menggunakan senyawa baku atau reference substance, dari bahan plastik yang diduga terkandung dari sample yang dianalisis. Kemungkinan kedua, bisa juga ada yang terkontaminasi pada peralatan analisis yang digunakan di dalam sampel tersebut," ujar Badrodin.

Sementara itu, Kepala BPOM Roy Sparingga menegaskan kasus beras plastik belum pernah ditemukan di negara lain. "BPOM sebagai emergency contact point dari INFOSAM (International Food Safety Authority Network) – di bawah badan kesehatan dunia WHO, kami pada 21 Mei lalu menanyakan apakah kasus serupa pernah terlaporkan? Jawabannya adalah, tidak pernah ada kasus serupa," ungkap Roy.

Kepala BPOM Roy Sparingga selanutnya menjelaskan, pihaknya menggunakan baku banding untuk memvalidasi proses penelitian. BPOM pun menurut Roy menggunakan uji kesetaraan substansi antara beras normal dengan contoh beras tersebut. Masyarakat menurut Komjen Buwas berhak curiga jika menemukan keganjilan pada barang yang dibeli. Polisi yang kemudian menindaklanjuti hasil temuan masyarakat.

"Jadi begini. Masyarakat itu berhak untuk curiga jika menemukan sesuatu barang yang bukan harapan dia. Dia bisa saja konotasi negatif. Dalam hal inilah polisi harus segera membuktikan apakah beras itu benar-benar plastik atau bukan. Berbahaya atau tidak. Mengandung kimia atau tidak," ujarnya.

Dari kutipan Roy Saparingga ini patut dibenarkan juga, jadi sebagai masyarakat itu wajar apabila curiga dengan produk yang biasa di konsumsi memiliki kejanggalan, namun seharusnya ibu Dewi ini sebelum iya menyimpulkan bahwa beras yang Ia konsumsi tersebut terlebih dahulu di periksa di Lab baru mengedarkan bahwasanya beras yang iya konsumsi tersebut mengandung unsur plastik, akan tetapi setelah terjadi kejadian seperti ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik itu para konsumen dan produsen, serta pihak pemerintahan dalam mengawasi peredaran makanan di seluruh Indonesia.

Meski penyelidikan dihentikan, polisi saat ini menyelidiki kasus beras lainnya yang dioplos dengan bahan kimia. "Ya penyelidikan (beras plastik) sudah selesai. Tapi kan kita temukan juga dugaan beras dioplos dengan bahan kimia atau pemutih dan lain-lain. Ini sedang kita tangani," tutur Komjen Buwas. 

Untuk seluruh masyarakat yang ada di Indonesia setelah kejadian beras plastik ini tentu hal ini menjadi sangat meresahkan masyarakat Indonesia, dengan bisa membedakan mana yang beras asli dan beras yang plastik atau lebih bisa dikatakan beras oplosan pasti bisa lebih baik memilih beras yang akan dikonsumsi. meskipun peredarannya baru saja ditemukan di Bekasi seperti yang dilansir berita-berita. Tetapi, ketika masyarakat cermat membedakan beras beroplos plastik dengan tidak maka akan sangat mudah untuk membedakannya.

Beras plastik memang sulit dibedakan hanya dengan sekasat mata saja. Karena, beras plastik baru diketahui ketika selesai dimasak menjadi nasi, dimana akan terasa sangat berbeda dengan beras yang asli. Dewi seorang penjual nasi uduk dan bubur di Bekasi menemukan ciri – ciri mengenai beras yang di oplos dengan plastik. Berikut ini ciri – ciri beras oplosan plastik.
1.      Saat dimasak, beras akan sulit untuk dibuat menjadi bubur, karena plastik tidak dapat menyerap air dengan sempurna.
2.      Ketika menjaadi nasi, tekstur beras akan menjadi licin.
3.      Saat dimasak, beras akan banyak mengeluarkan air dimana beras normal akan menyerap air.
4.      Beras asli bewarna putih dan ditengah-tengah ada putih susunya, sedangkan beras oplosan plastik akan terlihat bening.


JUNIOR ALBARIY

Sumber            : http://mencoret.com/
                        http://metro.tempo.co/
                        http://www.voaindonesia.com/
                        http://news.detik.com/



0 komentar:

Posting Komentar