Rabu, 10 Juni 2015

Posted by Unknown On 16.47
Untuk tugas ke-enam kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai “Heboh Beras Plastik” jika ditinjau dari perlindungan hak asasi rakyat. Mengapa ditinjau dari hak asasi rakyat? Karena rakyat berhak mengajukan aspirasinya jikalau ia merasa di kecewakan, bebas berargumen dalam hal ini, tidak ada salahnya jika ia mengatakan jikalau itu ialah beras plastik. Dalam hal kasus ini “Dewi Septiani” ialah seorang Ibu rumah tangga yang pertama kali melaporkan adanya beras plastik di media sosial. Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang mendampingi Dewi, Ahmad Hardi Firman, mengatakan tindakan Dewi itu seharusnya diapresiasi. "Itu mengajarkan orang untuk bisa menjadi konsumen cerdas," kata Ahmad kepada Tempo, Rabu, 27 Mei 2015.

Hasil uji laboratorium dari PT. Sucofindo, Cibitung, Kabupaten Bekasi, menyimpulkan bahwa beras yang diuji mengandung unsur plastik. Tiga senyawa plastik itu antara lain benzyl butyl phthalate(BBP), bis (2-ethylhexyl phthalate) (DEHP), dan diisionyl phatalate (DINP). Kandungan itu terdapat dalam bahan-bahan pembuat pipa, kabel, dan barang lainnya yang terbuat dari plastik.

Ini berbeda dengan pernyataan Kepala Kepolisian RI yang mengumumkan uji laboratorium beras hasilnya negatif dan tak ditemukan kandungan plastik.

Dewi Septiani ini mengaku pasrah setelah pemerintah pusat mengumumkan beras temuannya tak mengandung plastik. Ia menegaskan, tak ada motif apa pun selain hanya ingin menginformasikan temuannya itu.

"Tidak ada maksud apa-apa, saya hanya aware saja," kata Dewi, Rabu, 27 Mei 2015. Soalnya, kata dia, beras temuannya itu berbeda dari seperti biasa. Hasil masakannya tak dapat dikonsumsi. Menurut dia, nasinya rusak dan bahkan adiknya sendiri yang mengkonsumsi mengalami sakit perut, muntah, mual, dan mencret.


Karena itu, ia langsung mengunggah temuannya tersebut media sosial, sebab aduan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan belum mendapatkan jawaban. Tak lama kemudian, langkahnya membuat heboh masyarakat. "Enggak ada maksud lain. Apalagi, untuk menyudutkan seseorang," katanya.

Hasil dari uji labnya ini memiliki perbedaan antara PT. Sucofindo dengan hasil penelitian di laboratorium forensik Polri, BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian itu negatif tidak ditemukan unsur plastik dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Kapolri Jenderal Badrodin menambahkan bahwa untuk lebih menyakinkan hasil pemeriksaan sebelumnya, pihak Polri, BPOM, Kemendagri dan Kementan mengambil contoh beras diduga plastik di laboratorium PT Sucofindo. Ketika dilakukan penelitian kembali, juga tidak ditemukan adanya unsur plastik. Atas dasar temuan akhir hasil penyelidikan laboratorium ini, Kapolri meminta masyarakat tidak resah atas beredarnya isu beras plastik ini.

"Nah oleh karena itu, kami berkesimpulan bahwa beras yang diduga plastik itu ternyata tidak ada. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak resah. Kalau ada yang dicurigai silakan memberikan informasi kepada aparat pemerintah setempat atau petugas kepolisian," tambahnya.

Kapolri lebih lanjut menjelaskan adanya perbedaan hasil uji laboratorium dari Sucofindo dengan hasil penelitian di Polri, BPOM, Kementan dan Kemendag, menurutnya, karena ada perbedaan interpretasi dari hasil analisis yang dikeluarkan.

"Di mana hasil analisis yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo adalah hasil analisis kualitatif. Tanpa dilakukan konfirmasi dengan menggunakan senyawa baku atau reference substance, dari bahan plastik yang diduga terkandung dari sample yang dianalisis. Kemungkinan kedua, bisa juga ada yang terkontaminasi pada peralatan analisis yang digunakan di dalam sampel tersebut," ujar Badrodin.

Sementara itu, Kepala BPOM Roy Sparingga menegaskan kasus beras plastik belum pernah ditemukan di negara lain. "BPOM sebagai emergency contact point dari INFOSAM (International Food Safety Authority Network) – di bawah badan kesehatan dunia WHO, kami pada 21 Mei lalu menanyakan apakah kasus serupa pernah terlaporkan? Jawabannya adalah, tidak pernah ada kasus serupa," ungkap Roy.

Kepala BPOM Roy Sparingga selanutnya menjelaskan, pihaknya menggunakan baku banding untuk memvalidasi proses penelitian. BPOM pun menurut Roy menggunakan uji kesetaraan substansi antara beras normal dengan contoh beras tersebut. Masyarakat menurut Komjen Buwas berhak curiga jika menemukan keganjilan pada barang yang dibeli. Polisi yang kemudian menindaklanjuti hasil temuan masyarakat.

"Jadi begini. Masyarakat itu berhak untuk curiga jika menemukan sesuatu barang yang bukan harapan dia. Dia bisa saja konotasi negatif. Dalam hal inilah polisi harus segera membuktikan apakah beras itu benar-benar plastik atau bukan. Berbahaya atau tidak. Mengandung kimia atau tidak," ujarnya.

Dari kutipan Roy Saparingga ini patut dibenarkan juga, jadi sebagai masyarakat itu wajar apabila curiga dengan produk yang biasa di konsumsi memiliki kejanggalan, namun seharusnya ibu Dewi ini sebelum iya menyimpulkan bahwa beras yang Ia konsumsi tersebut terlebih dahulu di periksa di Lab baru mengedarkan bahwasanya beras yang iya konsumsi tersebut mengandung unsur plastik, akan tetapi setelah terjadi kejadian seperti ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik itu para konsumen dan produsen, serta pihak pemerintahan dalam mengawasi peredaran makanan di seluruh Indonesia.

Meski penyelidikan dihentikan, polisi saat ini menyelidiki kasus beras lainnya yang dioplos dengan bahan kimia. "Ya penyelidikan (beras plastik) sudah selesai. Tapi kan kita temukan juga dugaan beras dioplos dengan bahan kimia atau pemutih dan lain-lain. Ini sedang kita tangani," tutur Komjen Buwas. 

Untuk seluruh masyarakat yang ada di Indonesia setelah kejadian beras plastik ini tentu hal ini menjadi sangat meresahkan masyarakat Indonesia, dengan bisa membedakan mana yang beras asli dan beras yang plastik atau lebih bisa dikatakan beras oplosan pasti bisa lebih baik memilih beras yang akan dikonsumsi. meskipun peredarannya baru saja ditemukan di Bekasi seperti yang dilansir berita-berita. Tetapi, ketika masyarakat cermat membedakan beras beroplos plastik dengan tidak maka akan sangat mudah untuk membedakannya.

Beras plastik memang sulit dibedakan hanya dengan sekasat mata saja. Karena, beras plastik baru diketahui ketika selesai dimasak menjadi nasi, dimana akan terasa sangat berbeda dengan beras yang asli. Dewi seorang penjual nasi uduk dan bubur di Bekasi menemukan ciri – ciri mengenai beras yang di oplos dengan plastik. Berikut ini ciri – ciri beras oplosan plastik.
1.      Saat dimasak, beras akan sulit untuk dibuat menjadi bubur, karena plastik tidak dapat menyerap air dengan sempurna.
2.      Ketika menjaadi nasi, tekstur beras akan menjadi licin.
3.      Saat dimasak, beras akan banyak mengeluarkan air dimana beras normal akan menyerap air.
4.      Beras asli bewarna putih dan ditengah-tengah ada putih susunya, sedangkan beras oplosan plastik akan terlihat bening.


JUNIOR ALBARIY

Sumber            : http://mencoret.com/
                        http://metro.tempo.co/
                        http://www.voaindonesia.com/
                        http://news.detik.com/



Selasa, 09 Juni 2015

Posted by Unknown On 09.04

Untuk tugas kelima kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai “Sanksi FIFA terhadap PSSI (Ditinjau dari sisi hak pemain dan penonton sepak bola)”. Membicarakan soal tentang persepakbolaan Indonesia saat ini, sepertinya tidak akan ada jalan yang terbaik yang dapat ditempuh. Karena permasalahan ini timbul adanya dari pusat pemerintahan yang ada di Indonesia. Sepak bola adalah cabang olahraga nomor satu di dunia, dimana semua masyarakat sangat menyukainya, apa lagi dengan masyarakat yang sangat antusias sekali untuk menikmati pertandingan sepak bola nasional yang sedang bergulir, mendukung masing-masing club sepak bolanya yang tercinta. Cabang olahraga ini dapat menyatukan kesatuan Nasionalisme negara dimana setiap daaerah dapat mendukung penuh untuk memberikan semangat kesatuan terhadap Timnas Indonesia ketika bertanding.

Siapa yang tidak bangga dengan tim sepak bola Nasionalnya bisa berlaga di Asia maupun Dunia? Kini yang Indonesia rasakan ialah permasalahan sepak bola yang masalahnya tidak pernah ada ujung perdamaian antara PSSI dengan pemerintah. Yang semakin membuat prestasi sepak bola Indonesia menurun. Sebut saja kasus yang saat ini sedang marak atau hangat dibicarakan di media cetak ataupun televisi ialah sanksi yang diberikan oleh FIFA terhadap Indonesia, yang mengakibatkan Indonesia terancam tidak bisa tampil dalam setiap laga dimanapun bertanding. Begitu sangat miris sekali mendengar berita seperti ini.

Banyak dampak yang telah terjadi akibat ulah kisruh antara KEMENPORA (Kementrian Pemuda dan Olahraga) dengan PSSI (Persatuan Seluruh Sepak Bola Indonesia) mulai dari klub bubargaji pemain terbengkalai, dan yang termutakhir, citra Indonesia di level internasional tercoreng lantaran Persipura gagal menggelar laga 16 besar Piala AFC. Kisruh kemenpora dengan PSSI ini terjadi sejak kemenpora mengeluarkan pembekuan terhadap PSSI dan dilanjutkan dengan sikap ngotot La Nyalla Mattalitti mempertahankan legalitasnya.



Berkat terjadinya kisruh kejadian ini, maka dari pihak FIFA pun turut berunding mengapa persepakbolaan Indonesia bisa terjadi seperti itu. Setelah FIFA mempelajari semua kasus dan masalah yang dihadapi antara kemenpora dengan PSSI maka FIFA menjatuhkan sanksi bagi Indonesia. Hukuman yang dijatuhkan tersebut telah segera dan akan berlangsung hingga waktu yang belum ditentukan.

Selama masa hukuman, Indonesia kehilangan banyak hak sepakbolanya, termasuk ikut serta dalam kejuaraan. Ada pengecualian, memang, yang membuat Tim Nasional Indonesia tetap dapat ambil bagian di SEA Games. Namun bukan itu poin utamanya. Lama atau tidaknya hukuman FIFA tergantung PSSI sendiri.

Sebagaimana hukuman yang berlaku segera, pencabutan hukuman pun dapat dilakukan dengan segera. Selama, tentu saja, PSSI mampu memenuhi empat ketentuan pencabutan hukuman yang ditentukan FIFA. Ketentuan pertama dari empat ketentuan tersebut adalah: Komite Eksekutif PSSI terpilih dapat mengelola perkara PSSI secara mandiri dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga, termasuk kementerian (atau badan kementerian).

Ketentuan kedua berisi pengembalian kewenangan terhadap tim nasional Indonesia kepada PSSI: Tanggung jawab mengenai tim nasional Indonesa kembali menjadi kewenangan PSSI. Seperti ketentuan kedua, ketentuan ketiga dan keempat juga berisi pengembalian kewenangan kepada PSSI (“tanggung jawab mengenai semua kejuaraan PSSI kembali menjadi kewenangan PSSI atau liga yang dibawahinya” dan “semua kesebelasan yang berlisensi PSSI di bawah regulasi lisensi kesebelasan PSSI dapat berkompetisi di kejuaraan PSSI”).

Selama masa hukuman, PSSI kehilangan hak-hak keanggotaan mereka di FIFA. Selain itu, semua kesebelasan Indonesia (tim nasional atau klub) tidak dapat terlibat dalam kontak olah raga internasional. Hak-hak yang hilang dan larangan yang berlaku termasuk hak untuk ikut serta dalam kejuaraan FIFA dan AFC (Asian Football Confederation, Federasi Sepakbola Asia).
Hukuman yang dijatuhkan FIFA tidak hanya membatasi hak-hak kesebelasan. Anggota dan pengurus PSSI juga tidak dapat terlibat, termasuk sebagai peserta, dalam setiap program pengembangan bakat, kursus, atau pelatihan yang diselenggarakan FIFA maupun AFC.

Secara khusus, dalam surat keputusannya, FIFA menyoroti keikutsertaan tim nasional Indonesia di South East Asean Games 2015 (SEA Games 2015) di Singapura. Mengingat hal ini termasuk kontak olahraga internasional, tim nasional Indonesia seharusnya tidak dapat ikut serta di cabang olahraga sepakbola SEA Games 2015. Namun FIFA memberi pengecualian. Tim nasional Indonesia dapat ikut serta di SEA Games 2015.

“Secara khusus dan tidak berhubungan dengan hukuman, Komite Eksekutif FIFA telah memutuskan bahwa tim nasional Indonesia dapat meneruskan keikutsertaan mereka di SEA Games hingga keikutsertaan mereka berakhir,” bunyi pernyataan FIFA di surat resmi yang mereka keluarkan mengenai penjatuhan hukuman terhadap PSSI.

Sebagai catatan, pertandingan-pertandingan di cabang olahraga sepakbola SEA Games tidak termasuk dalam agenda FIFA sehingga hasil pertandingan-pertandingannya tidak akan memengaruhi peringkat Indonesia di ranking FIFA dan, karenanya, tidak menjadi kewenangan FIFA juga melarang Indonesia ikut serta di SEA Games.

Begitu juga kompetisi sepakbola nasional yang masih dapat bergulir tanpa pengaruh sanksi tersebut. Sementara itu secara terpisah presiden Joko Widodo mengatakan mendukung langkah Menpora soal keputusannya terhadap PSSI.

“Melihat permasalahannya harus lebih lebar. Kita ini hanya ingin ikut di ajang internasional atau berprestasi di ajang internasional?” sebut Jokowi dikutip dari CNN Indonesia.

“Jika hanya ingin ikut ajang internasional namun selalu kalah, lalu kebanggaan kita ada dimana, itu yang saya ingin tanyakan,” tambahnya.

“Kita selalu ikut ajang internasional namun selalu kalah. Yang kita lakukan adalah pembenahan total, pembenahan total daripada kita punya prestasi seperti ini terus sepanjang masa.”

Kurang lebih seperti itulah isi dari sanksi yang didapatkan oleh Indonesia. Untuk saat ini kita masih dapat menyaksikan timnas Indonesia bertanding di Sea Games 2015 Singapura, namun setelah itu nasib persepak bolaan Indonesia entah akan dibawa kemana.

Sekarang ini dampak yang sangat dirasakan oleh sanksi yang diberikan oleh PSSI membuat semangat para pemain club lokal menjadi menurun, karna sudah tidak adanya liga yang bergulir, banyak kerugian yang didapatkan oleh club-club lokal Indonesia.

Kalau diteliti secara mendalam, makna dari sanksi FIFA terhadap Indonesia sangat besar dan luas. Artinya, kerugian yang kita alami sangat besar. Kehilangan hak untuk mengikuti pertandingan internasional berarti peluang pemain-pemain kita baik klub maupun tim Nasional untuk  meningkatkan kualitas sudah tidak ada lagi. Kompetisilah yang membuat para pemain sepakbola menjadi lebih berkualitas. Dengan bertanding melawan tim-tim dan klub-klub bermutu akan banyak pelajaran yang diperoleh para pemain kita.

Kerugian dalam aspek bisnis juga sangat besar. Apalagi dengan dibekukannya PSSI maka dana sponsor tidak akan mengalir. Sementara dana bantuan pengembangan sepakbola FIFA otomatis akan distop. Kerugian ini mempunyai efek berantai, mulai dari pemain, klub, karyawan klub, pengelola dan karyawan lapangan, wasit dan juru garis, bahkan sampai penjaja makanan yang selalu siap saat pertandingan sepakbola berlangsung. Bagaimana dengan sponsor? Jelas dana akan disalurkan ke sektor lain. Tentu saja sponsor juga akan rugi dengan kondisi seperti ini. Alhasil, tidak ada yang untung.

Jika ditinjau dari penonton sepak bola Indonesia, tentu saja sangat mengecewakan sekali untuk para fans club bola yang didukungnya tidak dapat berlaga. Penonton sepak bola Indonesia merupakan penonton yang paling fanatik terbesar di Asia apabila ada sebuah pertandingan sepak bola yang sedang berlangsung, apalagi ketika timnas Indonesia sedang berlaga untuk mengharumkan nama Bangsa.
Sebagai penonton sepak bola yang sangat berperan penting bagi persepakbolaan banyak hal-hal yang diharapkan kembali bagi bergulirnya laga lokal yang ada di Indonesia, karena sebuah klub tanpa penonton itu bagaikan sayur tanpa garam, hambar rasanya jika sebuah tim sepak bola tidak ada yang mendukungnya. Maka dengan penuh harap semangat untuk mendukung kembali timnas Indonesia masih tetap ada, dukungan tidak hanya untuk timnas saja namun klub-klub lokal yang lainnya juga seperti itu.

Meski laga lokal belum bergulir kembali, para pemain lokal yang ada di Indonesia tetap harus memiliki semangat untuk berjuang dalam ikut berperan penting mendorong terciptanya persepakbolaan Indonesia yang lebih baik.


Junior Albariy

Sumber :          http://www.kompasiana.com/




Senin, 08 Juni 2015

Posted by Unknown On 21.15
KEMELUT DI GOLKAR (TINJAUAN DARI SISI HUKUM)

Untuk tugas keempat kali ini dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan kali ini saya akan berargumen mengenai  "Kemelut Partai Golkar yang di tinjau dari segi hukum". Awalnya berita tentang Partai Golkar yang sering saya lihat di media cetak kabar maupun di layar tv, mengenai pemilihan siapa yang akan menjadi ketua umum ataupun pemimpin Partai Golkar selanjutnya di periode tertentu, sebelumnya tidak saya perhatikan, karena bagi saya siapapun yang menjadi ketua umum di partai tersebut yang saya harapkan bisa menjadi sosok seorang yang dapat mempengaruhi dan membawa hal-hal postif bagi seluruh kader-kadernya, namun hal semua ini menjadi permasalahan bagi internal partai, yaitu memperebutkannya jabatan ketua umum dalam partai golkar tersebut.

Partai golkar ialah salah satu partai besar yang memiliki dorongan atau dukungan yang paling banyak disegani oleh masayarakat di Indonesia baik di daerah maupun di kota. Banyak kader yang telah tercipta dan menjadi orang-orang yang penting bagi negara dari kader partai golkar tersebut. Kini partai Golkar telah memiliki permasalahan yang sangat rumit, ternyata partai ini telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting  selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang kekuasaan atau  kepemimpinan di dalam partai golkar. Kini pandangan masyarakat telah banyak yang beranggapan bahwa isi dari semua kader, baik tokoh-tokohnya lebih mementingkan jabatan diri sendiri atau kepentingan pribadi untuk memperebutkan sebuah jabatan, tanpa harus mengingat lagi kepentinngan utama yaitu untuk rakyat.

Kini partai golkar memiliki 2 kubu yang saling mendukung siapa yang berhak untuk menjadi pemimpin di partai tersebut, partai golkar terpecah menjadi dua pihak kelompok, satu yaitu pendukung Agung Laksono untuk menjadi pemimpin partai golkar (Munas Bali), kedua Abu Rizal Bakrie yang sebelumnya telah menjadi pemimpin partai golkar untuk beberapa periode tertentu (Munas Jakarta). Pertarungan antara kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan justru kubu Abu Rizal Bakrie semakin meradang, dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.

Pasca surat keputusan dari Menkum Ham kubu Abu Rizal Bakrie tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang ditetapkan oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Abu Rizal Bakrie yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan Kubu Agung Laksono yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.

Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Abu Rizal Bakrie akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.

Ketika kubu Abu Rizal Bakrie sibuk untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung menggelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH (Koalisi Indonesia Hebat).

Kasus ini sebenarnya hanyalah masalah internal pada partai, yaitu soal individualisme yang ingin memimpin partai golkar tersebut. Menaksir kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan kepentingannya, nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir kesepakatan yang masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah keberadaan Golkar di KMP (Koalisi Merah Putih). Pihak Agung Laksono yang sedari awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan Presiden Jokowi, nampaknya menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu Abu Rizal Bakrie yang memang saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining politiknya, memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah partai golkar memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.

Kubu Agung Laksono yang sejatinya memang dibelakangnya berdiri Jusuf Kalla sedari awal mendorong partai golkar untuk sesegera mungkin merapatkan diri kepada kubu Jokowi. Hal inilah yang menjadi katub sebab perpecahan di tubuh partai golkar sejatinya. Menurut berbagai kalangan praktisi dan pengamat politik memprediksi hasil akhir dari pertarungan antar kedua kubu ini adalah akan diadakan munas bersama. Munas bersama ini akan menjadi penting bagi partai golkar untuk proses rekonsiliasi internal, pada akhirnya keputusan akan diserahkan secara utuh dalam arena munas tanpa ada tarik menarik dukungan seperti yang selama ini terjadi.

Munas bersama ini sejatinya adalah langkah terbaik untuk mencapai kesepakatan bersama dan mengakhiri perpecahan partai golkar. Partai golkar yang pintar dalam permainan politiknya, nampaknya akan mengambil posisi strategis untuk kepentingan partai secara Nasional. JIka Munas bersama ini tidak tercapai akan mustahil bagi partai golkar untuk sesegera mungkin melakukan pembenahan dan evaluasi pencapaian dan target partai kedepannya.

Dari salah satu pengamat politik Universitas Pelita Harapan "Abu Rizal Bakrie seharusnya bangga karena banyak yang bersedia menjadi ketua umum. Bayangkan saja jika tak ada yang mau jadi ketua umum, itu artinya Golkar sudah gagal," kata Emrus saat dihubungiKompas.com, Rabu (13/8/2014).

Emrus menyarankan Aburizal membuka jalan seluas-luasnya bagi kader Golkar yang ingin menjadi calon ketum Golkar. Sebagai pemimpin, Aburizal dituntut mempunyai jiwa besar dan berpikir masa depan partai.

Menurut Emrus, ciri-ciri seorang pemimpin yang baik adalah mampu membentuk calon pemimpin yang jauh lebih baik daripada dirinya agar organisasi dapat terus maju dan berkembang. 

"Kalau menghalang-halangi orang untuk menjadi ketua umum, artinya itu bukan pemimpin yang baik," ujar Emrus.
Aburizal juga diminta legawa mengikuti kemauan kader untuk mempercepat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar. Menurut Emrus, usulan tersebut wajar karena Aburizal dianggap gagal dalam mewujudkan target-target utama partai.

Aburizal dinilai gagal membawa Golkar memperoleh 30 persen suara dalam pemilu legislatif pada April lalu. Aburizal gagal menjadi capres atau cawapres dalam Pilpres 2014 serta kemungkinan besar Aburizal gagal menjadi menteri senior dalam pemerintahan 2014-2019.
"ARB seharusnya terima kegagalan dan mencari jalan yang baik untuk turun dari jabatan. Kalau ia diturunkan dengan paksa, itu kan membuat namanya semakin tercoreng," ujar Emrus.

Internal Golkar terus bergejolak setelah pemilu presiden. Sebagian internal mendesak digelarnya munas pada Oktober 2014 untuk mengganti ketum sesuai AD/ART partai. Sementara itu, Aburizal dan para pendukungnya tetap berpegang pada rekomendasi Munas 2009, yakni munas selanjutnya pada 2015.


Jadi kesimpulan yang saya ambil dari tulisan ini ialah dari segi hukum, Menkum-Ham mengembalikan lagi masalah partai golkar untuk mengatasi masalah internalnya sendiri, karena partai sebesar golkar mampu bisa mengatasi masalah internalnya. Dan untuk Abu Rizal Bakrie sudah waktunya harus memberikan kesempatan kepada kadernya yang ingin menjadi pemimpin di Partai Golkar untuk periode tertentu. Karena hakikatnya seorang Abu Rizal Bakrie walaupun sudah tidak menjadi ketua umum partai akan tetap menjadi orang nomor satu di partai golkar, menjadi orang yang tetap disegani oleh kader-kadernya. Demi terciptanya regenerasi pemimpin yang segarusnya sudah terjadi dan memberikan kesempatan untuk partai golkar yang lebih baik kedepannya.

Junior Albariy

Sumber :         http://www.kompasiana.com/

http://batam.tribunnews.com/